BeritaSumedang Majalengka

Warga Paseh Sumedang Kaget! Rumah Dijadikan Pabrik Narkoba, Tersangkanya Ternyata Satu Keluarga

JURNALSUMA.COM.,SUMEDANG – Sebuah rumah produksi obat-obatan terlarang di Dusun Sukamulya, Desa Paseh Kidul, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang digerebeg Direktorat Reserse Narkoba Polda Jabar bersama Satuan Reserse Narkoba Polres Sumedang, Sabtu (22/8) siang. Jutaan butir pil koplo atau yang masuk obat golongan G siap edar, serta mesin pembuatnya di sita petugas sebagai barang bukti. Selain itu polisi juga menahan tiga orang sebagai tersangka pembuat obat terlarang tersebut.

Dirnarkoba Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Rudy Ahmad Sudrajat, saat mengecek langsung pabrik tersebut mengatakan, pengungkapan pabrik obat-obatan terlarang ini merupakan hasil pengembangan dari terungkapnya 3 pabrik rumahan di wilayah Kabupaten Bandung Barat, Subang, dan Purwakarta.

“Berawal dari 3 kali pengungkapan pabrik obat keras lainnya, jadi ini yang ke-4 pada tahun 2021, ini masih dalam satu jaringan,” kata Kombes Pol. Rudy Ahmad Sudrajat.

Rudy menuturkan, dari 4 hasil ungkapan itu, pabrik di Sumedang merupakan yang terbesar. Pabrik tersebut membuat obat keras terlarang berlogo LL. Obat dibuat menggunakan bahan baku diantaranya tepung tapioka dan trihexyphenidyl. Sehingga diperlukan resep dokter jika ingin mengkonsumsinya.

“Ini biasanya digunakan oleh medis untuk penderita penyakit parkinson. Jadi kalau dikomsumsi oleh yang tidak menderita parkinson bisa berakibat ketergantungan,” tuturnya.

Dalam penggerebegan itu, petugas gabungan mengamankan barang bukti diantaranya 2.150.000 butir pil koplo berlogo LL siap edar senilai Rp 2,4 milyar. Kemudian 2 mesin pembuat pil, 14 karung tapioka, 4 sak lactose, dan 4 bungkus magnesium.

“Tiga tersangka diamankan berinisial MNM, E, dan O. Antara MNM ini merupakan kakak beradik, sedangkan O merupakan mertua dari E, jadi mereka masih ada hubungan keluarga,” tuturnya.

MNM dan E kata Rudy, merupakan warga Majalengka, dan O merupakan warga Desa Pasirreungit Kecamatan Paseh.
Dikatakan, pemasaran obat diatur oleh tersangka lain berinisial T, yang kini masuk DPO.

“Mereka memasang kedap suara di ruangan produksi, jadi warga juga tidak tahu karena rumah ini dianggap sepi,” ujarnya.

Pantauan di lapangan, tampak dari luar kondisi rumah di pinggir Jalan Raya Bandung-Cirebon itu tidak terawat. Warga sekitar bahkan mengira rumah tersebut jarang dihuni pemiliknya.

Sementara itu, tersangka MNM mengaku mesin pembuat obat sudah ada sejak 1 tahun, nami ia sudah memproduksi obat-obatan tersebut selama 6 bulan, sudah menjual sebanyak 240 koli dengan omzet per bulannya mencapai Rp 400 juta.

“Kalau dijualnya ke Tangerang, ada yang ngatur namanya Tedi, dia yang ngatur dikirimnya kemana. Dia (Tedi) ada di Tangerang,” ungkapnya.

Dikatakan, penjualan obat menggunakan salah satu jasa ekspedisi. Satu dus/koli berisi 100.000 butir obat dijual seharga Rp 11,5 juta.
“Sebulan kadang keluar 33 dus kadang 35 dus,” ungkapnya.

Dirnarkoba Polda Jabar masih melakukan pengembangan kasus tersebut. Sementara para tersangka dijerat Pasal 196 dan 197 Undang-Undang Kesehatan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 milyar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button