Pengrajin Bata Merah Tradisional Tetap Bertahan, Meski di Tengah Gempuran Bahan Material Serba Modern
JURNALSUMA.COM.,SUMEDANG – Meski harga bata merah tidak sebanding dengan proses pembuatannya, pasangan suami istri asal Dusun Cibiru Rt. 01 Rw. 07 Desa Jatimulya Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang Jawa Barat, Une (75) dan Anah (68) tetap bertahan menjadi pembuat Bata merah.
Pembuatan bata merah mulai dari poses awal mengayak tanah, menyiapkan adonan, proses pencetakan, penjemuran hingga proses pembakaran yang memakan waktu lama di kerjakan berdua oleh pasangan suami istri tersebut.
“Kalau sehari bisa membuat 100 lebih bata atahan yang siap dijemur dan siap dibakar,” Kata Unah kepada Jurnalsuma.com Sabtu (10/10/2020).
Jika cuaca bagus, proses penjemuran dan pematangan dari bata mentah membutuhkan waktu hingga dua hari dengan menggunakan sekam padi sebagai bahan bakar. Sementara jika cuaca buruk atau musim hujan, proses pengeringan dan pematangan bisa mencapai 1 Minggu lebih.
Proses pembuatan bata merah yang terbilang memakan waktu lama tersebut, tidak sebanding dengan harga jual dipasaran yang hanya berkisar Rp. 500-700 perbuah meskipun bata merah merupakan salah satu unsur penting dalam pembuatan suatu bangunan.
Meskipun demikian, Uneh mengaku dia dan suami tetap menjalankan profesinya tersebut dengan penuh rasa syukur. Uneh memambahkan, untuk jumlah pesanan tidak terpengaruh oleh adanya pandemi Corona. Bahkan dia dan suami bisa kebanjiran pesanan.
“Alhamdulillah sejak Corona ini selalu banyak pesanan, bahkan sampai kebanjiran. Karena di daerah Desa Jatimulya banyak yang membangun Perumahan-Perumahan baru,” ucapnya.