BeritaHeadlineSumedang

Tuntut Sertifikat Tanah, Masyarakat Terdampak Jatigede Ngadu ke Konsultan Hukum

JURNAL SUMA.COM., SUMEDANG – Meski sudah digenang sejak 31 Agustus 2015 dan beroperasi secara penuh, namun proyek Bendungan Jatigede rupanya masih menyisakan sejumlah masalah.

Seperti masalah legalitas tanah yang ditempati warga terkena dampak Jatigede, di salah satu tempat relokasi, Dusun Kampung Baru Desa Wado Kecamatan Wado.

Untuk menyelesaikan masalah tanah tersebut, masyarakat Dusun Kampung Baru membentuk panitia pengajuan hak atas tanah Kampung Baru yang disebut Tim 9, yang didalamnya berisi tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Ketua Tim 9, Yayat Sudarya menuturkan, saat ini sebanyak 850 KK yang tinggal di Kampung Baru belum memiliki sertifikat hak atas tanah yang mereka tempati. Padahal mereka sudah tinggal di sana sejak tahun 2007. Menurutnya sertifikat tanah sangat penting bagi warga, sebab memberikan kepastian hukum dan melindungi dari potensi sengketa kepemilikan tanah.

“Masyarakat meminta secepatnya legalitas hak atas tanah, yaitu sertifikat. Karena sejak tahun 2007 sampai sekarang belum keluar. Kami ini masyarakat yang terkena dampak Bendungan Jatigede,” kata Yayat, Minggu (19/5/2024).

Dikatakan, masyarakat OTD yang pindah ke Kampung Baru berasal dari Dusun Buahngariung dan Dusun Maleber Desa Wado. Tanah yang ditempati tersebut statusnya adalah milik Desa Wado.

“Asal usul tanah itu adalah aset desa, yang dimohon oleh masyarakat Dusun Buahngariung dan Dusun Maleber, sesuai dengan surat yang diajukan oleh masyarakat,” ujarnya.

Dikatakan Yayat, masyarakat sudah beberapa kali mengajukan permohonan hak atas legalitas tanah, dari mulai tingkat desa, kecamatan, BPN, hingga ke bupati dan DPRD. Mereka berharap pemerintah segera merespon dengan segera menerbitkan sertifikat hak atas tanah.

Hal serupa disampaikan tokoh masyarakat lainnya, Ganda Sutisna. Menurutnya sertifikat tanah merupakan hak masyarakat OTD yang sudah merelakan tanahnya untuk kepentingan proyek strategis nasional Bendungan Jatigede.

“Kami menuntut keadilan, karena masyarakat bukan dikasih tanah itu, masyarakat beli ke pemerintahan desa dengan harga Rp 2,5 juta per kapling, satu kaplingnya itu 140 meter persegi atau 10 bata,” kata Ganda.

Demi merealisasikan hak-haknya tersebut, Tim 9 menemui konsultan hukum, M. Fajar Aldila, S.H, M.KN, di salah satu tempat di Sumedang kota. Menanggapi masalah yang disampaikan OTD Jatigede, Fajar mengatakan akan memberikan bantuan.

“Alhamdulilah kami sudah menerima audiensi dengan Tim 9 terkait dampak Bendungan Jatigede, kebetulan permasalahannya ini mengenai tanah kas desa (TKD). Kebetulan ada 850 KK yang terdampak, maka dari itu saya ingin mencoba dan dengan senang hati akan mencoba membantu kepada warga OTD agar kedepannya mendapatkan hak yang sah atau memiliki sertifikasi,” ucap Fajar Aldila.

Fajar menuturkan, kapasitasnya dalam hal ini adalah konsultan hukum masyarakat OTD Kampung Baru. Dirinya pun berharap bisa memberikan bantuan dan berdampak positif bagi masyarakat.

“Saya sebagai konsultan hukum Tim 9, semoga kedepannya bisa memberikan bantuan hukum dan memberikan efek-efek yang positif,” imbuhnya.

Fajar menduga ada cacat administrasi yang menjadi kendala dalam masalah tersebut. Meski demikian Fajar masih akan mempelajarinya secara detail.

“Saya belum pelajari secara detail, namun yang saya lihat garis besarnya adalah terkait cacat administrasi hukum dari bawahnya, sehingga warga Kampung Baru sampai saat ini tidak mendapatkan sertifikat hak miliknya,” ujar Fajar.

Fajar menjelaskan bahwa keputusan terkait penerbitan sertifikat tersebut kebijakannya ada pada eksekutif. Oleh karena itu kepada masyarakat terdampak, Fajar menyarankan agar lebih bersabar menunggu sikap pemerintah daerah.

“Nantikan dulu sikap bupati, kalau tidak ada sikap juga masyarakat bisa ajukan ke pengadilan,” ucap Fajar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button