JURNAL SUMA.COM., SUMEDANG – Berawal dari hoby dan mencintai barang langka, perajin tas di Dusun Panyingkiran/Panineungan, Desa Cikaramas, Kecamatan Tanjungmedar, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat mampu membuat tas kopek yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti daun-daun atau akar tangkal. Selain hoby membuat berbagai macam kerajinan tas, pembuatan tas kopek juga dilakukan untuk mempertahankan barang-barang unik dan langka yang mempunyai nilai seni dan budaya.
Meskipun hanya memanfaatkan daun dan akar pohon yang berada di wilayah Desanya, Dayat atau yang lebih akrab disapa Abah Gurday (56), yang merupakan seorang pegiat seni dan juga guru di Sekolah Dasar (SD) Negeri Sindang, Kecamatan Surian ini, sudah membuat tas kopek mulai dari tahun 2005 hingga sekarang.
“Awal mula dari pembuatan tas kopek pertama kami membuat itu hoby dan mencintai barang langka ini perkiraan tahun 2005/2006. Pertama kami memakai itu hasil beli dari budak angon (pengembala). Kami langsung tertarik karena ini barang langka sudah tidak dipakai lagi oleh budak angon itu, lalu saya samperin dan nanya tas naon eta jang ? (dalam bahasa sunda) mereka menjawab “tas kopek“, tas kopek dalam artian obrolan orang sunda ialah “kop” (silahkan) “pek” (pake), mungkin itu awalnya tas ini dinamai “kopek“. Nah kami pertahankan sampai sekarang alhamdulilah berjalan lancar walaupun tersendat-sendat,” kata Abah Gurday.
Proses pembuatan tas ini, lanjut Abah Gurday, tidak lama bila dikerjakan secara fokus. Dalam satu hari ia bisa menyelesaikan hingga 10 tas berbagai macam ukuran. Namun yang cukup lama dalam proses pembuatan tas ini adalah mendapatkan bahannya serta melapis tas nya. Bahan yang digunakan untuk pembuatan tas kopek menggunakan bahan alami, yaitu daun Cangkuang atau Pandan Leweung atau dikenal juga dengan nama Danas Sabrang, daun Gebang atau dikenal juga daun Lontar.
“Bahannya sendiri untuk pembuatan tas kopek ini pertama bahan dasarnya daun Gebang yang sudah kering. Pembuatan daun Gebang di pilih sedemikian rupa. Sedangkan untuk tali selendangnya menggunakan daun kulit Waru ataupun dari Pelepah Pisang. Kalau cara buatnya pendapat saya itu enteng (mudah), cuma bahan baku yang sulit karena mencarinya kehutan. Sebetulnya membuat tas ini hanya setengah jam paling lama, cuman diperhitungkan waktu dari mencari bahan dan memproses bahan agar menjadi satu buah tas itu yang lumayan lama,” katanya.
Untuk memasarkan produknya ini, kata Gurday, ia tidak memiliki tempat jualan atau toko seperti pedagang barang pada umumnya. Namun dengan cara unik yang ia dan Istrinya lakukan, dengan memakai tas tersebut ke acara-acara besar maupun kecil, bahkan ke undangan pernikahan atau hanya sekedar bertamu ke rumah saudara dan teman.
Meski demikian, lanjut Abah Gurday, tas yang dibuatnya sudah banyak dikirim ke para pemesenya dibeberapa wilayah Jawa Barat, hingga Luar Pulau Jawa.
“Saya gak punya jongko maupun toko untuk jualan, yang saya punya adalah kemauan ketika memakai tas ini. Karena ketika saya memakai tas ini banyak orang yang tertarik yang ingin beli. Jadi pemasaran tas ini dari mulut ke mulut ataupun melalui pesanan saja secara door to door. Alhamdulilah khusus wilayah Sumedang, kemudian ke Bali pun sudah sampai, Surakarta, Jogjakarta, Sumatera, Palembang, Jakarta, Tanggerang, Cianjur Bandung termasuk di Taman Mini Indonesia sudah ada. Saya tidak membuat secara rutin, karena saya juga masih mempunyai pekerjaan lain kalo inimah sampingan dan juga hoby,” ucapnya.
Gurday menuturkan, tas yang dijual berupa-rupa tergantung jenis dan ukuran, ia menjualnya dengan harga mulai dari Rp.75.000 hingga Rp.350.000. Dirinya berharap khususnya untuk para generasi penerus utamanya kaum muda, agar jangan sampai melupakan seni dan budaya lokal yang sudah ada sejak jaman dulu peninggalan leluhur kita. Karena bagaimanapun seni dan budaya peninggalan leluhur kita bila tidak kita jaga dan dilestarikan tentunya akan hancur dan mungkin hilang karena adanya peradaban modern seperti sekarang ini.
“Harga tas ini bermacam-macam tergantung jenis ukuran ada yang dijual dengan harga Rp.75.000 yang paling kecil, sampai Rp.300.000, yang ukurannya no 6 paling kecil dan bentuknya ada 2 bentuk. Namun untuk yang paling besar di jual dengan harga Rp.200.000 hingga Rp.350.000 apalagi yang digandong untuk bisa membawa laptop,” ujarnya.