Disusun Oleh : Brigtar Jhonathan Roganda Sitorus No.Ak.18.104

JURNALSUMA.COM – Pandemi Covid -19 bermula pada bulan Desember 2019. Pada awalnya, ada beberapa kasus dengan gejala paru-paru (pneumonia) berat di Cina. Hal ini terjadi karena hubungan antara pasien yang sebelumnya ke pasar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Akhir Desember, hasil pemeriksaan spesimen di tubuh pasien menunjukkan bahwa penyebab penyakit ini adalah infeksi virus yang disebut 2019-novel coronavirus (2019nCoV) atau Wuhan coronavirus bahwa penyakit ini mirip dengan penyakit Mers dan SARS yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Pada saat ini di berbagai belahan dunia sedang mengalami krisis yang disebabkan oleh virus pandemi covid-19, virus ini memberikan berbagai macam masalah di hampir semua aspek kehidupan masyarakat baik dalam ekonomi, keamanan, sosial, dan kesejahteraan. Dampak pengaruh besar pandemi ini pada sektor-sektor ekonomi masyarakat. Bahkan, banyak perusahaan harus memangkas tenaga kerja dan gaji dipotong dari karyawan, sementara kebutuhan masih berjalan. Hal ini membuat orang harus berpikir untuk bertahan hidup dalam keadaan seperti itu. Jadi beberapa orang yang tidak punya pilihan, tindakan putus asa untuk melakukan kejahatan dengan dalih untuk memenuhi bertemu di tengah-tengah kondisi yang sangat sulit ini.

Pola aktivitas rutin berubah secara dramatis karena adanya Covid-19. Pemenuhan kebutuhan dasar yang harus terus bejalan menyebabkan konflik dalam hal ini terjadi kejahatan jalanan yang merajalela. Kejahatan jalanan seperti perampokan, pencurian, pencopetan, dan sebagainya. Masalah ekonomi yang menyebabkan seseorang melakukan kejahatan yang sering mengakibatkan kematian bagi korban, hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi karena saat ini sulit untuk mencari uang. Pemerintah sudah membuat setiap usaha untuk tindak pidana menekan, salah satunya adalah distribusi kebutuhan dasar untukmasyarakat yang kurang mampu, namun pembagian ini hanya bersifat sementara, karena tidak mungkin bagi pemerintah untuk menutupi biaya hidup dari semua orang untuk waktu yang lama sangat lama.

Dalam kondisi seperti ini, manusia akan membuat segala macam tindakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Hal ini, akhirnya memberikan kekhawatiran dalam masyarakat dengan tumbuhnya kemiskinan akan menyebabkan peningkatan kejahatan. Kemudian, dengan merilis kebijakan tahanan selama pandemi ini akan berdampak juga pada kehidupan masyarakat. Ia juga mengatakan bahwa sejumlah narapidana asimilasi berulang juga mengulangi kejahatan setelah dibebaskan dari penjara.

PERUMUSAN MASALAH

  1. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan peningkatan angka kriminalitas di masa pandemi?
  2. Bagaimana Fungsi Penegakan Hukum yang diemban Polri dalam menghadapi kriminalitas di masa pandemi?
  3. Apa saja masalah Penegakan Hukum dalam menghadapi kriminalitas di masa pandemi?
  4. Bagaimana peran Polri dalam mengatasi masalah dalam Penegakan Hukum untuk menghadapi kriminalitas di masa pandemi?

A. Faktor Yang Dapat Menyebabkan Peningkatan Angka Kriminalitas di Masa Pandemi.

Peningkatan kejahatan di pandemi dari perspektif kriminologi adalah suatu tindakan yang didorong oleh situasi ekonomi yang melemah. Faktor-faktor di luar Kriminologi dominan, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa kehendak seseorang untuk mencuri termasuk dalam faktor internal mempengaruhi tetap.

Melihat pencurian di masa pandemi di sebuah supermarket di kota Jalan Merdeka Blitar. Terdapat dua pelaku yang mencuri koyo dan vitamin yang banyak dicari masyarakat dimasa pandemi. Pencurian ini dilakukan di beberapa supermarket dengan rincian 3 TKP di Malang, 2 TKP di Kota Blitar, dan 6 TKP di kabupaten Blitar. Pelaku pencurian yang berasal dari Surabaya ini melakukan aksinya dengan mobil sewaan yang digunakan untuk mencari target supermarket yang akan dicuri. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup dapat mendorong masyarakat untuk melakukan perbuatan criminal terutama di masa pandemic dimana masyarakat membutuhkan perlengkapan kesehatan agar terhindar dari Covid-19.

Melihat keadaan dunia yang terkena wabah penyakit Covid-19, pada umumnya, setiap perusahaan memiliki jenis kejahatan dan penjahat sesuai dengan budaya, moral, keyakinan, dan sosial, politik, ekonomi, hukum, pertahanan dan keamanan serta struktur yang ada. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa penjahat melakukan kejahatan pencurian dengan nilai penurunan kondisi moral dan sosial, dan ekonomi mereka.
Selain itu, adanya program asimilasi yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat meningkatkan angka kriminalitas. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan kebijakan berupa pembebasan sekitar 30.000 narapidana berdasarkan Pertimbangan untuk mencegah penyebaran virus dalam tahanan atau lembaga pemasyarakatan.

Selain itu, di beberapa penjara dan penjara telah mengalami kelebihan kapasitas, tentu saja tidak kompatibel dengan manajemen protokol kesehatan pandemi Covid-19. Namun, pembebasan tahanan melalui kebijakan program asimilasi sebenarnya menciptakan masalah baru di masyarakat, yaitu peningkatan kejahatan, meskipun keadaan wilayah tersebut masih berstatus PSBB. Ada beberapa jenis kejahatan yang dilakukan oleh narapidana asimilasi, seperti pencurian kendaraan bermotor, perampokan, penjambretan, dan lain-lain.

Dari sederet kasus, misalnya seorang napi yang mendapat asimilasi pada 6 April Lapas Kelas IIA Pontianak. Dia bersama dua tersangka lainnya mencuri ponsel, napi yang mendapat asimilasi tersebut tak hanya sekali melakukan aksinya, tetapi setidaknya sudah empat kali setelah bebas. Setidaknya menurut Kabareskrim POLRI, tercatat ada 27 napi yang kembali melakukan kejahatan. Saat ini masyarakat tak hanya dirisaukan dengan penyebaran Covid-19, masyarakat juga harus mawas diri dari aksi kriminalitas. Hal tersebut dikarenakan kondisi ekonomi saat ini yang carut-marut di tengah pandemic corona virus atau Covid-19, pengangguran yang banyak, hidup susah sehingga menjadikan potensi kriminologinya besar sekali. Maka tak heran sejumlah napi nekat berulah kembali.

B. Bagaimana Fungsi Penegakan Hukum Yang Diemban Polri Dalam Menghadapi Kriminalitas di Masa Pandemi.

Fungsi penegakan hukum yang diemban Polri sesungguhnya tidak lepas dari fungsinya yang telah diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 2 dalam UU ini menyebutkan bahwa salah satu fungsi kepolisian adalah fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pernyataan ini menegaskan tugas dan wewenang Polri yang selanjutnya diatur pada Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan regulasi di atas, maka istilah keamanan dalam konteks tugas dan fungsi Polri adalah “keamanan dan ketertiban masyarakat,” dimana pernyataan ini mengandung dua pengertian. Pertama, sebagai suatu kondisi dinamis masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya pembangunan nasional sebagai tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman. Kedua, keamanan sebagai kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

Di masa pandemi COVID-19, peran Polri lebih ditekankan pada pengertian kedua karena pada masa PSBB, Polri mengemban fungsi penegakan hukum yang ditegaskan kembali melalui Maklumat Kapolri No. Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Virus Corona. Maklumat tersebut merupakan inisiatif Polri dalam mendukung PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dan Permenkes No. 9 Tahun 2020.

Maklumat Kapolri ini menyatakan bahwa Polri mendukung penuh kebijakan pemerintah terkait penanganan COVID-19 dan memutus mata rantai wabah corona di Indonesia melalui penindakan kepada masyarakat yang masih berkumpul. Selain itu, Polri juga fokus pada penanganan kejahatan yang berpotensi terjadi saat penerapan PSBB, seperti street crime, perlawanan terhadap petugas, masalah ketersediaan bahan pokok, dan kejahatan siber.[3] Untuk mendukung aspek penindakan, Polri menggelar operasi kontinjensi Aman Nusa II 2020. Operasi ini diberlakukan sejak 19 Maret hingga 17 April 2020. Masa operasi bisa diperpanjang berdasarkan perkembangan situasi di lapangan.

Satgas ini memiliki beberapa subsatgas. Pertama, Subsatgas Pidana Umum (Pidum) bertugas menindak kejahatan konvensional (pencurian, penjarahan, perampokan, tindak pidana bencana alam, serta tindak pidana karantina kesehatan). Kedua, Subsatgas Ekonomi bertugas mengawasi dan menindak penimbunan bahan makanan dan alat kesehatan, menindak pelaku ekspor antiseptik, bahan baku masker, alat pelindung diri (APD) dan masker, serta penindakan terhadap obat atau alat kesehatan yang tidak sesuai standar/izin edar. Ketiga, Subsatgas Siber melakukan penindakan terhadap provokator dan penyebaran hoaks terkait penanganan COVID-19.

C. Apa Saja Masalah Penegakan Hukum Dalam Menghadapi Kriminalitas di Masa Pandemi.

Berdasarkan Maklumat Kapolri No. Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Virus Corona  fungsi Polri lebih banyak bergerak di area penindakan terhadap pelanggaran ketimbang pencegahan. Terlebih lagi, area penindakan tersebut ingin dicakup semuanya oleh Polri tanpa mempertimbangkan kesulitan teknis di lapangan. Padahal, Polri perlu menyadari bahwa dari sisi internal, masih terdapat keterbatasan (daya dukung) sumber daya Polri, seperti jumlah dan kemampuan personil yang bertugas, koordinasi dengan stakeholder yang masih lemah, dan sebagainya. Dalam banyak studi, keterbatasan-keterbatasan di atas belum sepenuhnya dapat diselesaikan oleh pemerintah sendiri.

Padahal, sebagaimana tertuang dalam UU No. 2 Tahun 2002, fungsi Polri tidak hanya  penindakan, melainkan juga pencegahan melalui upaya persuasif yang dapat melibatkan masyarakat. Tampaknya hal ini tidak menjadi prioritas bagi Polri mengingat dalam maklumat tersebut, Polri ingin mengerahkan semua potensi kekuatan untuk mendukung pelaksanaan PSBB.

Namun hal utama yang tidak bisa diabaikan adalah pandemi telah menciptakan masalah keamanan yang sangat kompleks. Hal ini patut dicermati oleh Polri. Kompleksitas ini setidaknya terlihat dari; Pertama, tingkat kejahatan sepanjang masa pandemi dan PSBB yang mengalami kenaikan maupun penurunan. Pada bulan Februari terdapat 17.411 kasus, bulan Maret naik menjadi  20.845 kasus, lalu April menurun kembali menjadi 15.322 kasus. Walaupun secara kuantitas menurun, terdapat potensi kejahatan di beberapa sektor yang patut diwaspadai selama PSBB, seperti kejahatan jalanan (penjambretan, perampokan, dan pencurian kendaraan bermotor).

Adanya perubahan pola kriminalitas di masa pandemi merupakan hal yang perlu dicermati selanjtunya. Studi Roberts menemukan bahwa terjadi bentuk-bentuk baru kriminalitas yang berevolusi sebagai pemanfaatan situasi selama masa pandemi COVID-19. Hal ini terkonfirmasi dari pandangan Polri bahwa kriminalitas yang terjadi sepanjang PSBB salah satunya juga disebabkan oleh masyarakat yang terdampak secara ekonomi di tengah pandemi. Para pelaku kriminal memanfaatkan situasi pembatasan sosial yang membuat lingkungan sepi untuk melakukan aksinya.

Selain itu, Polri perlu memperhitungkan pola kriminalitas lainnya yang tidak hanya terjadi sepanjang PSBB, melainkan selama masa pandemi. Misalnya, kasus pencurian dan penimbunan alat medis, penjualan obat-obatan palsu melalui kejahatan terorganisir, pencurian pada tempat sektor bisnis yang kosong, pelanggaran ketertiban umum karena perselisihan masalah medis, hingga kesalahpahaman masyarakat mengenai penanganan COVID-19.

Sampai saat ini, kesalahpahaman  masih saja berlangsung di tengah semakin meningkatnya kasus positif COVID-19. Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi terhadap tenaga medis maupun individu-individu non-tenaga medis hingga penolakan terhadap jenazah yang dianggap terinfeksi. Polri memang telah menunjukkan upaya penindakan melalui penegakan hukumnya, tetapi masih belum sebanding dengan masifnya diskriminasi tersebut.

Kompleksitas ini perlu dicermati oleh Polri dalam menentukan prioritas tindakan penegakan hukum. Dalam studi Stone,  ada  lima kategori utama yang dapat menjadi pilihan prioritas pada masa pandemi: menegakkan penerapan karantina secara tegas; melindungi tenaga medis; menindak penimbunan peralatan medis dan penjualan obat palsu; mengawasi potensi hoaks yang dapat memicu konflik sosial; dan menangkap pelaku kriminal yang melakukan kejahatan jalanan. Dari lima kategori ini, posisi kepolisian sangat penting dalam menyusun strategi untuk menghadapinya dan dalam menetapkan prioritas masalah yang akan ditangani.

D. Bagaimana Peran Polri Dalam Mengatasi Masalah Dalam Penegakan Hukum Untuk Menghadapi Kriminalitas di Masa Pandemi. Pilihan yang dapat dilakukan adalah komunikasi terbuka antara kepolisian dengan pemerintah. Bentuk komunikasi ini adalah membangun dialog dua arah dengan pemerintah. Polri perlu mengemukakan secara realistis tentang apa yang mereka lakukan, mengapa, dan keterbatasan serta ketidakpastian situasi keamanan yang akan dihadapi, ketimbang mengklaim seluruh masalah keamanan masyarakat dapat ditangani demi melindungi reputasi.

Polri juga harus siap menegosiasikan peran mereka dan memprioritaskan fungsi penegakan hukum pada kategori tertentu. Fungsi apa yang dapat dikurangi atau dibatasi dan sejauh mana kapasitas dan kemampuan yang dimiliki untuk menanggapi permintaan dukungan mereka dari lembaga lain dan masyarakat. Melalui komunikasi ini, maka dapat ditentukan prioritas keamanan yang akan ditangani oleh Polri dengan berbagai pertimbangan.

Pilihan lainnya adalah pencegahan berbasis komunitas. Penerapan PSBB di Kabupaten Bogor dapat menjadi contoh. Pencegahan penyebaran virus ini tidak hanya bergantung pada mekanisme pembatasan di area publik (jalan raya), tetapi dimulai dari basis komunitas paling kecil (RT/RW, Desa, dan Kecamatan). Polri dapat berkolaborasi bersama komunitas masyarakat dengan mengandalkan Polsek sebagai basis deteksi dini akan potensi terjadinya masalah keamanan dalam masyarakat. Peran Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) bisa dioptimalkan untuk mengedukasi masyarakat sebagai pencegahan timbulnya hoaks atau stigma mengenai virus ini.

Selain itu, Polri juga memiliki beberapa program yang bisa menjadi solusi untuk memerangi kejahatan, terutama selama pandemi. Seperti dalam kasus tahanan asimilasi Kemenkumham kembali berulah, polisi mengeluarkan telegram No ST / 1238 / IV / OPS.2 / 2020. Polri akan melakukan koordinasi dengan lembaga lokal lain sehingga untuk menyediakan patroli keamanan dan razia di tempat-tempat rawan. Polri juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati lagi dalam upaya untuk mencegah kejahatan.

Dalam kasus penipuan online, penipuan, atau cybercrime lebih, Polri melakukan patroli siber di dunia maya dengan beberapa pakar IT dan melakukan kerjasama dengan instansi di bidang ilmu komputer dan sibernetika untuk langsung melacak pemilik web atau situs penyebar hoax. Setelah ditemukan, pelaku cybercrime akan ditangkap dan dihukum sesuai dengan hukum pidana yang dilanggar. Untuk mencegah kejadian berulang kembali, Polri akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan online untuk tertipu lagi.

                           BAB IV
                         PENUTUP

A. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil pembahasan yang penulis telah uraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  1. Faktor yang dapat menyebabkan peningkatan angka kriminalitas di masa pandemi antara lain dari sisi Ekonomi, yaitu berkurangnya lapangan pekerjaan, banyaknya karyawan yang di PHK, serta adanya asimilasi tahanan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat meningkatkan angka kriminalitas.
  2. Fungsi Penegakan Hukum yang diemban Polri dalam menghadapi kriminalitas di masa pandemi ditegaskan melalui Maklumat Kapolri No. Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Virus Corona. Maklumat tersebut merupakan inisiatif Polri dalam mendukung PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dan Permenkes No. 9 Tahun 2020.
  3. Masalah Penegakan Hukum dalam menghadapi kriminalitas di masa pandemi, antara lain keterbatasan (daya dukung) sumber daya Polri, seperti jumlah dan kemampuan personil yang bertugas, koordinasi dengan stakeholder yang masih lemah, dan sebagainya, serta adanya perubahan pola kriminalitas di masa pandemi
  4. Peran Polri dalam mengatasi masalah dalam Penegakan Hukum untuk menghadapi kriminalitas di masa pandemi, antara lain dengan berkomunikasi dengan pemerintah dan melakukan upaya-upaya preventif.

B. Saran.
Masih banyaknya masyarakat yang belum tersosialisasi dalam upaya pencegahan tindak kriminalitas. Sehingga diperlukan upaya sosialisasi yang lebih luas agar masyarakat mengetahui tindakan yang harus dilakukan apabila menemui tindak pidana.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here